JAKARTA, KOMPAS.com - "Tetapi yang jelas, lelaki harus punya prinsip," tegas Kim Nam kepada putra sulungnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Begitulah sepenggal ucapan Kim Nam dalam salah satu adegan di film A Man Called Ahok garapan sutradara Putrama Tuta yang diadaptasi dari buku karya Rudi Valinka dengan judul yang sama.
Film yang akan tayang pada 8 November mendatang ini memberi refleksi lain tentang bagaimana Ahok tumbuh menjadi seorang lelaki yang memegang teguh pendiriannya.
Film ini diperankan oleh Daniel Mananta (Ahok Dewasa), Denny Sumargo (Kim Nam muda), Chew Kin Wah (Kim Nam tua), Eriska Rein (ibunda Ahok muda), Sita Nursanti (ibunda Ahok tua), Donny Damara (pejabat pemerintahan Belitung Timur), dan Ferry Salim (koh Asun).
Ahok adalah anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya adalah seorang tauke (pemilik) perusahaan pertambangan di Belitung. Ibunya yang penyayang dan tegar bernama Buniarti adalah seorang pemilik apotek.
Baca juga: Daniel Mananta Pernah Ingin Mundur dari A Man Called Ahok
Melihat latar belakang keluarganya, Ahok tentu bukanlah seorang anak yang kekurangan materi, begitu juga dengan kasih sayang. Namun, Kim Nam bukan seorang ayah yang ingin melihat anaknya tumbuh besar tanpa memiliki arti.
Kim Nam menggembleng semua anaknya, termasuk Ahok, agar memiliki pandangan hidup yang mantap.
Lewat didikan ayahnya tersebut Ahok tumbuh menjadi seorang lelaki yang begitu idealis dan enggan berkompromi terhadap hal yang menurutnya tak baik.
Ahok dan ayahnya seringkali berselisih pendapat, bahkan tak jarang saling mempertahankan argumen tentang bagaimana menyikapi tiap permasalahan dalam hidup.
Salah satunya adalah ketika mereka berbeda pandangan tentang bagaimana menyelamatkan perusahaan tambang yang dimiliki keluarga yang mulai terancam karena praktik korupsi yang merajalela di daerah asalnya saat itu.
Kim Nam memilih untuk tetap mempertahankan perusahaan dengan pungutan liar yang terus menggerogoti perusahaannya, tujuan mulianya adalah agar para karyawannya tidak menganggur dan tetap bisa menafkahi keluarga.
Baca juga: Sutradara Ungkap Alasan Tak Ada Veronica Tan di Film A Man Called Ahok
Sementara Ahok memilih untuk memberhentikan sementara kegiatan operasional perusahaan sambil berusaha memperbaiki sistem birokrasi yang bobrok dan tak menguntungkan masyarakat di daerahnya.
Keduanya mungkin berbeda cara, tapi sama-sama ingin memberi dampak positif terhadap sekitar.
Di luar kisah tersebut, alur cerita film A Man Called Ahok bisa dibilang cukup rapi karena perpindahan latar waktu yang beberapa kali maju mundur tak membuat penonton merasa bingung dalam mengikuti jalan ceritanya.
Meski tak menghadirkan kisah asmara Ahok dan Veronica Tan, film ini tetap mampu menyentuh emosi lewat kondisi pasang surut kondisi keluarga Ahok, apalagi ketika Ahok harus kehilangan adik bungsunya, Frans, yang meninggal karena kecelakaan.
Dari situ, terlihat jelas bahwa sosok Ahok yang keras tetap bisa rapuh atas kondisi pahit yang ia alami.
Si Baca Si https://entertainment.kompas.com/read/2018/11/06/210537410/a-man-called-ahok-satu-semangat-beda-pendapat
Bagikan Berita Ini
0 Response to "A Man Called Ahok: Satu Semangat, Beda Pendapat"
Post a Comment